Ahmad Sahidah
PHD. DOSEN FILSAFAT DAN ETIKA UNIVERSITAS UTARA MALAYSIA
Angkutan busway adalah satu jalan keluar
untuk menjadikan Ibu Kota lebih ramah lingkungan. Dengan angkutan massal, warga
Jakarta bisa mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, yang tak hanya
memboroskan bensin, tapi juga menyebabkan kemacetan, dan yang tak kalah
dahsyatnya: menghambur-hamburkan bahan bakar dengan sia-sia. Kerugian dari
kemacetan yang menyentuh angka triliunan rupiah seharusnya mengentak akal sehat
kita dan pada gilirannya menuntut pemerintah serta wakil rakyat sungguh-sungguh
memikirkan jalan keluar dan tindakan. Belum lagi tekanan akibat keadaan lalu
lintas jalan raya yang macet telah turut menyumbang penurunan tingkat
kenyamanan warga, dan pada gilirannya kejiwaan pribadi dan sosial mereka.
Pada waktu yang sama, usaha menjadikan
angkutan umum moda transportasi yang nyaman ternyata turut menyumbang
terjadinya tindak asusila, pelecehan seksual terhadap penumpang perempuan.
Kejadian ini tentu hanya berlaku di negara-negara berkembang, karena di Barat
sekalipun kita tak mendengar adanya pelecehan di angkutan umum. Betapa mereka
menikmati angkutan umum tanpa terganggu, meskipun gerbong-gerbong kereta api
dan badan bus dipenuhi penumpang. Adakah gagasan kebebasan perlu dipraktekkan
di sini? Agar orang ramai tak lagi hanya memikirkan kebutuhan biologis, tapi merangkak
pada keperluan yang lebih tinggi, semisal kasih sayang dan aktualisasi diri
seperti diandaikan oleh Abraham Maslow dalam teori kebutuhan dasarnya.