Bandung
Mawardi
PENGELOLA JAGAT ABJAD SOLO
Partai politik itu "mesin
kebohongan" dan "mesin korupsi". Sinisme ini muncul saat publik
merasa mendapati dusta politik, moral, dan hukum dari partai politik.
Pengharapan atas demokrasi justru pupus oleh ulah partai politik. Kaum politikus
pun ada di arus deras uang dan melenggang di jalan kenistaan. Partai politik
abai terhadap misi edukasi politik atau "keinsjafan politik" seperti
seruan Mohamad Hatta (1946). Publik malah direpotkan oleh ulah kaum politikus
saat mengumandangkan "politik bersetia". Agenda ini kerap demi
popularitas diri, keselamatan jabatan, dan pragmatisme politis. Politik
bersetia mengartikan iman untuk pemaknaan diri di partai politik ketimbang
pengabdian demi misi demokrasi. Kondisi ini menistakan antusiasme publik dalam
merawat demokrasi.
Samuel P.
Huntington (1983) menjelaskan bahwa korupsi atas nama partai politik bisa
"mengawetkan" sistem politik dari perombakan. Korupsi itu basis dari
akumulasi dan kemapanan kekuasaan di bawah naungan partai politik. Kesejarahan
partai politik sebagai instrumen modernisasi telah mengalami metamorfosis
sebagai penjerat demokratisasi. Partai politik menghendaki sebagai sumber
legitimasi dan otoritas meski melukai optimisme publik dalam selebrasi
demokrasi. Penjelasan sarkastik itu bisa dijadikan acuan untuk membaca ulah
partai politik di Indonesia saat mengartikan korupsi sebagai basis modal
mengukuhkan otoritas (ilusif) di mata publik. Partai politik justru bergerak
dengan puja uang ketimbang menjalankan amanah demokrasi.