Minggu, 25 Maret 2012

Pemimpin Itu?


Bandung Mawardi
PENGELOLA JAGAT ABJAD SOLO

Pemimpin itu perkara genting menjelang agenda membentuk negara Indonesia. Perkara pemimpin menjadi polemik. M.I.Sj. dalam Sinar Baru (31 Mei 1945) menulis ihwal usul pemunculan "maha-pemimpin" untuk menggerakkan dan memaknai Indonesia. Usul ini politis-fantastis: "Maha pemimpin perlu adanja! Maha pemimpin siapa pun juga orangnja--harus dijalankan segala perintahnja dengan setia! Maha pemimpin--bagaimanapun djuga--tak boleh kita cela. Sebab jakin dan percaja bahwa beliau tentu telah tahu djalannja. Lebih tahu dari kita! Djalan ke kebahagiaan nusa dan bangsa!" Harapan ini tampak berlebihan dan mengandung pengkultusan.
Seruan itu seolah mengarah ke sosok Sukarno. Tokoh ini telah tampil sebagai pemimpin untuk rakyat selama puluhan tahun. Sukarno itu mungkin "maha-pemimpin". Makna ketokohan Sukarno semakin mengental saat mengucapkan pidato dalam sidang BPUPKI (1 Juni 1945). Sukarno membeberkan soal dasar-dasar negara untuk Indonesia. Sukarno saat itu eksplisit mengakui diri sebagai "pemimpin rakjat". Hari itu Sukarno menyuguhkan gagasan-gagasan memukau dalam sidang. Situasi di ruangan itu agak berbeda dengan kritik Siti di Sinar Baru (1 Juni 1945). Siti menampik seruan M.I.Sj soal "maha-pemimpin". Siti justru mengingatkan: "Salah satu rasa-rasa peninggalan masjarakat Hindia Belanda itu adalah anggapan bahwa pemimpin itu ialah orang jang harus dipudji-pudji, disembah-sembah, dihormati sebagai dewa atau manusia jang luar biasa. Anggapan itu salah belaka!" Polemik soal pemimpin di Sinar Baru itu sengit. Sosok Sukarno tampak sekali menjadi pokok polemik.

Minggu, 18 Maret 2012

Kewirausahaan dan Literasi

Agus M. Irkham
KEPALA DEPARTEMEN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGURUS PUSAT FORUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT

"Jangan bergabung ke barisan yang berpikir negatif dan pesimistis tetapi malas dan tidak mau bekerja apa pun," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Satu Tahun Gerakan Kewirausahaan Nasional, di gedung Smesco UKM, Jakarta, Kamis (8 Maret).
Presiden mengajak kaum muda, baik yang tidak, sudah, akan, atau belum menjadi wirausaha, untuk mengikuti barisan yang optimistis, berjiwa terang, berpikiran positif, dan mau bekerja keras.
Ajakan Presiden SBY mendapatkan dasarnya jika dipertalikan dengan beberan angka jumlah wirausaha yang masih di bawah 2 persen serta pengangguran terdidik yang secara absolut selama 2005-2010 meningkat hingga 600 persen. Hingga muncul seloroh satiris: "Naiklah ke lantai tertinggi gedung bertingkat, buka salah satu jendelanya, dan meludahlah. Maka, dapat dipastikan ludah itu akan jatuh mengenai orang-orang di bawah gedung. Dan minimal satu dari orang yang terkena ludah itu adalah sarjana, pengangguran pula!" 

Minggu, 11 Maret 2012

Klik!


Geger Riyanto
ALUMNUS SOSIOLOGI UNIVERSITAS INDONESIA

Seorang teman tiba-tiba menunjukkan telepon selulernya. "Ini," katanya sambil memperlihatkan tombol power, "adalah kekuasaan. Dengan ini, gue menentukan HP ini hidup atau mati." Mendengarnya, kami tersenyum seadanya. Candaan yang cukup cerdas. "Boleh juga," gumam saya sambil mengangguk-angguk, meski kami tak sampai terkekeh.
Dan memang benar. Siapa pun--yang penting mampu membeli komputer atau ponsel--boleh merasakan perasaan berkuasa itu. Jari menyentuh layar. Tampilan layar bergerak seiring dengan sapuan lembut kita. Satu tekanan enteng, dan kita tercebur dalam adegan-adegan unjuk rasa bergelora di Timur Tengah, yang baru saja diunggah fotografernya beberapa menit yang lalu. 

Minggu, 04 Maret 2012

Tonton Bukunya, Baca Filmnya


Mohammad Afifuddin
MAHASISWA PASCASARJANA SOSIOLOGI FISIPOL UGM YOGYAKARTA

"Eh, si Oka Antara keren banget, ya. Cowok banget pokoknya. Gue banget gitu lho...he-he-he.." Cuplikan pembicaraan itu terdengar dari kerumunan beberapa perempuan yang merasa terpuaskan setelah menonton film Sang Penari: film yang diadaptasi dari trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Yang dimaksud Oka Antara adalah salah satu aktor yang memerankan tokoh Rasus: figur sentral--selain Srinthil--dalam novel dan film itu.
Banyak orang bilang, Oka luar biasa di film itu. Seperti diakuinya sendiri, butuh 2 tahun untuk benar-benar meresapi peran Rasus. Ia juga benar-benar diet ketat demi mendapatkan tampilan fisik ala Rasus yang diprofilkan sebagai pemuda desa yang kurus karena miskin dan bodoh. Bahkan, seusai berakting di film ini, Oka mengaku menolak semua tawaran peran untuk film lainnya. "Sepanjang karir akting, output peran ini yang saya rasa paling maksimal. Karenanya, saya butuh waktu jeda untuk refleksi dan evaluasi diri," kata Oka dalam sebuah wawancara di televisi.